Foto Alm, Abu Ibrahim bin Teungku Sulaiman bin Teungku Husen |
Samudranews.com-Langsa-Aceh,Menapak Tilasi (menyusuri Jejak) Abu Ibrahim bin Teungku Sulaiman bin Teungku Husen, dilahirkan di kampung Pasi Aceh, Kecamatan Woyla, Kabupaten Aceh Barat Provinsi Aceh pada tahun 1919 M.
Kamis (30/12/2021).
Pendidikan
Selama hidupnya, Abu Ibrahim Woyla pernah belajar selama 12 tahun pada Syekh Mahmud, seorang ulama asal Lhoknga, Aceh Besar yang kemudian mendirikan Dayah Bustanul Huda di Blang Pidie, Aceh Barat Daya. Salah satu murid Syekh Mahmud ini adalah Abuya Muda Waly yang kemudian menjadi ulama tersohor di Aceh. Selain itu Abu Ibrahim Woyla juga pernah belajar pada Abu Calang (Muhammad Arsyad) dan Teungku Bilyatin (Suak) bersama rekan seangkatannya yang bernama Teungku Adnan Bakongan.
Setelah Abuya Muda Waly kembali dari Mekkah dan membuka Dayah Darussalam di Labuhan Haji, Aceh Selatan, maka Abu Ibrahim Woyla kembali belajar kepada Abuya Muda Waly selama dua tahun untuk memperdalam Tareqat Naqsyabandiah. Selesai belajar kepada Abuya Muda Waly, Abu Ibrahim Woyla kembali ke kampungnya di Pasi Aceh.
Tak lama setelah kembali ke kampung halamannya, Abu Ibrahim Woyla mulai mengembara tanpa seorangpun yang tahu kemana tujuannya. Menurut salah seorang menantunya yang bernama Teungku Nasruddin, Abu Ibrahim Woyla pernah menghilang sebanyak tiga kali selama hidupnya. Pertama sekali selama dua bulan, kedua kali selama dua tahun, dan ketiga selama empat tahun.
Sejak kecil Abu Ibrahim Woyla dikenal sebagai sosok yang pendiam, ia hanya berkomunikasi jika ada yang perlu disampaikan. Hal ini menyebabkan orang lain tidak berani menanyakan hal-hal aneh yang dilakukannya.
Di antara murid Syeikh Mahmud ini selain Abu Ibrahim Woyla juga Abuya Syeikh Muda Waly Al-Khalidy yang kemudian Abu Ibrahim Wayla berguru padanya, Abuya Muda Waly adalah sebagai seorang ulama tareqat naqsyabandiyah tersohor di Aceh.
Pernikahan
Abu Ibrahim Woyla memiliki dua orang istri yaitu Rukiah dan seorang wanita lagi tidak disebutkan namanya. Istri kedua beliau dinikahi di Peulantee, Aceh Barat, dua tahun sebelum Abu Ibrahim Woyla meninggal dunia. Dari istri kedua ini, Abu Ibrahim Woyla tidak mendapatkan anak.
Dari istri pertama, Abu Ibrahim Woyla mendapatkan tiga orang anak yaitu Salmiah, Hayatun Nufus, dan Zulkifli.
Karomah Wali Abu Ibrahim Woyla, Karomah Berjalan Cepat
Di masa hidupnya, Abu Ibrahim Woyla dikenal sangat suka berjalan kaki. Suatu ketika ada seorang tetangganya yang bernama Teungku Muhammad Kurdi Syam sedang menaiki mobil dari Teunom ke Meulaboh. Di tengah jalan ia bertemu dengan A polbu Ibrahim Woyla dan mengajaknya untuk ikut naik mobil bersamanya. Ketika itu Abu Ibrahim Woyla menolaknya dan Teungku Muhammad Kurdi Syam langsung melanjutkan perjalanannya ke Meulaboh.
Ketika tiba di Meulaboh, ternyata Abu Ibrahim Woyla telah tiba lebih dulu padahal ketika di perjalanan tidak ada mobil lain yang memotong laju mobil Teungku Muhammad Kurdi Syam.
Bahan Makanan Bertambah Secara Tiba-Tiba
Dikisahkan oleh salah satu menantunya yang bernama Teungku Nasruddin, Abu Ibrahim Woyla pernah berkunjung ke almamaternya yaitu Dayah Syekh Mahmud di Blang Pidie. Ketika itu ia minta disediakan sepiring nasi untuk sarapan, tapi diberitahukan oleh bahwa tidak tersedia lauk apapun lagi di dapur. Abu Ibrahim Woyla kemudian menjawab bahwa ia bisa makan hanya dengan lauk telur, dan diminta kepada santri tadi untuk mengecek persediaan di dapur. Ajaibnya di tempat penyimpanan telur masih tersisa satu telur lagi, padahal seingat santri tersebut semua telur telah habis untuk dimakan santri lain.
Kisah lainnya adalah, Abu Ibrahim Woyla datang berkunjung ke rumah salah seorang saudaranya dan minta sedikit nasi dengan lauk sambal udang belimbing. Istri tuan rumah memberitahukan kepada suaminya bahwa pohon belimbing di rumah mereka tidak ada buahnya tapi sang suami tetap berkeras agar istrinya tersebut mengecek ulang pohon belimbing tersebut. Ketika diperiksa kembali, terlihat bahwa pohon belimbing tersebut memiliki tiga buah belimbing yang cukup untuk membuat sambal seperti yang diminta Abu Ibrahim Woyla.
Meramalkan Tsunami
Ketika tsunami atau smong melanda Aceh pada tahun 2004, diceritakan oleh beberapa orang bahwa Abu Ibrahim Woyla telah memberitahukan hal itu melalui isyarat. Salah satu diantaranya dikatakan bahwa air akan naik setinggi pohon kelapa, hal ini dikatakan kepada salah satu muridnya yang bernama Mukhlis yang sekarang bermukim di Dayah Bustanul Huda atau Dayah Pulo Ie, Desa Dayah Baro, Calang. Cerita lainnya, 15 hari sebelum tsunami murid-murid Abu Ibrahim Woyla telah diperintahkan untuk menjauhi pantai.
Bertemu dengan Gus Dur
Nuruddin Hidayat, salah satu santri Gus Dur suatu ketika merasa terheran-heran ketika ada tamu, Gus Dur minta untuk digantikan pakaiannya dengan kain sarung dan peci, seperti ketika mau sholat Idul Fitri. Seumur-umur ia belum pernah melihat Gus Dur seperti itu. Rombongan tamu tersebut sampai ditahan-tahan agar tidak masuk rumah dahulu, sampai Gus Dur dipinjami salah satu sarung milik santrinya agar bisa cepat berganti pakaian. Tamu, yang diketahuinya ternyata dari Aceh tersebut berpakaian sederhana, dekil, dan memakai celana seperti yang biasa dipakai oleh bakul dawet (penjual dawet).
Tamu tersebut diantar oleh aktifitis Aceh. Perilaku Gus Dur dan tamunya juga aneh. Setelah keduanya bersalaman, Gus Dur pun duduk di karpet, demikian pula tamunya, tetapi tak ada obrolan diantara keduanya. Gus Dur tidur, tamunya juga tidur, suasana menjadi sunyi yang berlangsung sekitar 15 menit. Setelah sang tamu bangun, ia langsung pamit pulang, tak ada pembicaraan. Udin, panggilan akrab Nuruddin, karena merasa penasaran, segera setelah tamu pergi bertanya kepada Gus Dur. Udin: "Gus, nggak biasanya menerima tamu seperti ini" Gus Dur: "Itu Wali" Udin: "Apa ada wali seperti itu selain beliau di Indonesia" Gus Dur: "Tidak ada, adanya di Sudan" Orang yang sangat dihormati Gus Dur tersebut ternyata adalah almarhum Tgk Ibrahim Woyla dari Woyla Aceh Barat. Tokoh ini merupakan orang yang sangat dihormati di Aceh. Masyarakat Aceh memanggilnya "Tgk Beurahim Wayla" dan percaya bahwa ia sering menunaikan sholat Jum'at di Makkah dan kembali pada hari itu juga.
Beliau berpulang ke Rahmatullah pada hari sabtu pukul 16.00 WIB tanggal 18 Juli 2009 di rumah anaknya di Pasi Aceh Kecamatan Woyla Induk, Kabupaten Aceh Barat dalam usia 90 tahun.
Ternyata Amalan arau Ilmu Tareqat Naqsyabandiah di Aceh bukan hal yang "TABU" sudah ada sejak masa kejayaan Abuya Muda Waly karena beliau pengamal Tareqat Naqsyabandiah. Allah Huakbar.
Sumber : FB Suara Abdul Prayandha