Teks foto baju Biru : Khairuddin Budiman baju merah Nurdin ( BABE) |
SamudraNews.com-Aceh Timur, Ketika pertama sekali bergabung dengan IGI, saya menginginkan sesuatu yang baru dalam pengembangan kemampuan saya. Kami di Aceh Timur, IGI dikenalkan oleh Babe Nurdin Aceh Timur (Ketua Dewan Pembina PP IGI Demisioner). Babe baru saja pulang dari Jakarta yang salah satu kegiatannya kalau saya tidak keliru adalah Writing Camp. Babe bercerita tentang peserta Writing Camp itu adalah guru-guru hebat yang sudah tergabung dalam komunitas putih, Ikatan Guru Indonesia. Saat itu kami ada 9 orang langsung mendeklarasikan berdirinya IGI di Aceh Timur (2013), langsung pula membentuk kepengurusan, Babe Ketua dan saya Sekretaris IGI Daerah Kabupaten Aceh Timur. Awalnya kami hanya ingin membangun komunitas menulis di Aceh Timur.
Tapi dalam perjalanan waktu, IGI memberi nuansa berbeda, spiritnya benar-benar menggerakkan. Mars IGI yang diciptakan Mas Habe seperti mendoktrin kami harus terus belajar sebelum mengajar, harus berbagi pengetahuan tidak boleh pintar sendiri, harus literat sebelum berujar. Tagline IGI Sharing and Growing Together menjadi mantra sakti terpatri agar kami harus rela berbagi, ikhlas memberi dan balasannya hanya dari Ilahi.
Kanda Ramli Rahim punya pola membangun IGI secara masif, melalui pelatihan menembus guru-guru daerah, sesuatu yang masih sangat sulit diselenggerakan oleh Kemendikbud, LPMP atau bahkan Dinas Pendidikan sekalipun. Sulit karena terikat birokrasi, anggaran, pertanggungjawaban anggaran dan administrasi serta bahkan bisa jadi keuntungan di luar kegiatan yang harus bisa dinikmati juga oleh penyelenggara. IGI memposisikan diri sebagai pelayan pengetahuan bagi guru, kepala sekolah, pengawas, tenaga administrasi sekolah dan sebagainya dengan biaya yang kecil bahkan nol rupiah, mengajak berkontribusi bersama, membangun kesadaran bersama untuk cerdas.
Pengurus Pusat IGI mencoba menggalang CSR perusahaan-perusahaan untuk berkontribusi bagi pendidikan Indonesia, bukan perkara mudah bagi IGI meyakinkan perusahaan tersebut. PP IGI punya orang-orang yang expert menulis proposal, expert retorika dalam presentasi yang mampu membuat perusahaan yakin serta expert mengelola bantuan agar tak salah jalur. Maka kemudian tidak mengherankan, tahun 2017 hingga 2019 pergerakan IGI secara nasional sangat terasa signifikan. Sulawesi Tengah misalnya, dari nol anggota menjadi wilayah yang progresnya paling cepat setelah pelatih-pelatih IGI diturunkan ke sana. Bukan pelatih lokal, PP IGI membiayai perjalanan pelatih menembus relung-relung Indonesia, berbagi pengetahuan. Saya sendiri sangat bersyukur, jika bukan karena bergabung di IGI mungkin perjalanan saya hanya Yogyakarta saja mengikuti pelatihan di PPPPTK Matematika.
Sebagai pelatih IGI, saya bisa sampai di Papua Barat, Papua, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Banten, Sumatera Selatan, Sumatera Barat dan sebagainya bermodalkan pengetahuan yang sedikit saya miliki.
Bahkan SEOMEO mengapresiasi guru-guru IGI, mengundang tiga guru IGI ke sekretariat di Bangkok, sekaligus mengkonsep lahirnya Virtual Coordinator Training bagi Indonesia. Salahsatu guru IGI yang memperoleh undangan itu adalah saya.
Kemandirian IGI Daerah dan Wilayah pun semakin terasa. Spirit Sharing and Growing Together memanfaatkan IGIers yang senang berbagi untuk dijadwalkan lintas kabupaten dan provinsi semakin membuat IGI kuat dan berciri khas organisasi peningkatan kompetensi guru. Saat menjadi Ketua IGI Daerah Aceh Timur, kami membuat program IGI Visits School yang intinya memberi pelatihan gratis bagi sekolah yang gurunya 100% IGI.
Peningkatan jumlah anggota IGI meningkat tajam. IGI Aceh Timur saat itu menduduki peringkat satu secara nasional untuk kategori kabupaten, karena setiap sekolah ingin diberi pelatihan bermutu nan gratis dari IGI. Pelatihannya gratis namun masuk menjadi anggota IGI tidaklah gratis, organisasi butuh operasional, uang pendaftaran IGI dari sekolah itu pula yang kami manfaatkan bagi pelatih lokal turun ke sekolah memberi pelatihan.
Saya pernah mencoba bertanya pada IGIers yang baru alasan mereka masuk IGI. Hampir dominan menjawab karena mereka ingin terus memperoleh pengetahuan baru dari pelatihan IGI, meski kita tidak memungkiri, sebagian besar pencari sertifikat yang enggan melanjutkan berbagi. Itupun sudah baik, jika dibandingkan menunggu pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah, belum tentu semua guru bisa dapat kesempatan.
Kanal-kanal pelatihan IGI memberi ragam pengetahuan bagi guru Indonesia. Proses pengesahan kanal yang kami lakukan di TNP Jakarta tahun 2018, melanjutkan TNP Surabaya tahun 2016 dan ToC Makassar 2018 menghasilkan 86 Kanal Nasional dan 19 Kanal Bidang Studi Matematika – Fisika Nasional. Keberlanjutan dari kanal tersebut harus terus bergerak baik secara daring maupun luring serta terbentuknya lembaga IGI, LPMP IGI sebagai lembaga monitoring dan evaluasi pergerakan kanal. Produk dari LPMP IGI saat ini adalah SOP Pelatihan IGI dan SIM GP IGI dimana kanal-kanal dapat melakukan pelatihan yang terintegrasi dengan sistem canggih, peserta langsung melihat progres pelatihan dan memperoleh sertifikat pasca pelatihan. LPMP IGI perlu dipertahankan ke depan dan menjadi regulator bagi penjamin kualitas kanal pelatihan IGI, baik konten, pelatih serta pola pelatihan.
Tahun 2021 bukan hanya pergantian tahun, namun juga pergantian kepemimpinan di Ikatan Guru Indoensia. Ini bukanlah kontestasi partai politik mengusung jagoannya memegang tampuk Ketua Umum IGI. Siapapun memperoleh amanah kepemimpinan IGI maka acuannya mengejawantahkan amanah kongres IGI, konstitusi dan rekomendasi. Segala kebaikan bagi guru Indonesia harus tertulis dalam amanah kongres untuk dijalankan bersama oleh pengurus IGI ke depan, baik dari pusat hingga ke daerah, harus selaras seirama pergerakan kita.
Kini IGI sudah punya ciri yang kuat dalam peningkatan kompetensi guru melalui pelatihan, gairah menulis di kalangan guru pun sudah mulai meningkat oleh gerakan IGI, ciri penguasaan pembelajaran digital sebagai bentuk kesiapan guru di era revolusi industri 4.0 juga sudah diinisiasi oleh IGI. Semua itu harus dipertahankan ke depan. Beberapa hal yang perlu ditingkatkan di IGI dalam satu dekadenya IGI menurut saya secara pribadi adalah advokasi guru yang belum memiliki pola di organisasi kita, tidak mungkin hanya mengandalkan kecakapan retorika menyelesaikan permasalahan guru di daerah, namun perlu ada SOP Advokasi. Banyak guru di luar sana belum terbayarkan tunjangan profesi guru, berharap dari bawah menggugat tidak akan bisa karena tekanan dari atas mengancam profesi mereka, dikarenakan SK Guru dikeluarkan oleh Daerah / Provinsi.
PP IGI harus punya jalur penyelesaian masalah guru, bukan hanya tunjangan profesi yang sering jadi lahan permainan pejabat daerah, kesejahteraan guru yang diskrimatif, serta pelindungan guru yang ketika ada masalah tidak langsung dipidanakan. Guru IGI yang memiliki kartu IGI harusnya merasa ada induk organisasi yang memberi mereka keteduhan melayani pendidikan di daerah. Pelindungan Guru juga termasuk asuransi kesehatan guru yang ketika kecelakaan atau sakit karena bekerja memperoleh pergantian biaya hidup bukan ancaman karena tidak masuk mengajar.
Oleh : Khairuddin Budiman