Reyhan Gufriyansyah |
Oleh: Reyhan Gufriyansyah
Duta Wisata Aceh Barat 2012
KOPI, kata ini tentu tidak asing lagi bagi orang Aceh. Liat saja kebiasaan "ngopi" orang Aceh di sejumlahKeude Kupi (Bahasa Aceh dari "Warung Kopi") yang sangat mudah dijumpai di Nanggroe Aceh ini.
Tak hanya di Aceh, di berbagai belahan dunia pun masyarakatnya juga suka "ngopi". Liat saja negeri Pizza, Italia. Bisa dibilang orang Italia yang mempopulerkan kopi pertama kali. Keseriusan orang Italia untuk mengeksplorasi cara-cara membuat kopi terbaik juga sudah tidak diragukan lagi. Salah satu indikasinya adalah lahirnya mesin espresso pertama di Turin, Italia. Orang Italia mempunyai 50 tipe cara unik untuk menikmati kopi. Mungkin jika suatu saat kamu ke Italia kamu bisa menikmati satu diantaranya atau bahkan mencoba semua tipe tersebut.
Nah, kalau di Aceh pada umumnya ada kopi hitam atau minuman kopi lain yang paling dikenal adalah Sanger. Banyak orang yang baru mengkonsumsi Sanger mengatakan Sanger sama saja dengan kopi susu biasa pada umumnya. Tapi Sanger sangatlah berbeda dengan kopi susu biasa pada umumnya.
Sanger memadukan kopi Ulee Kareng khas Aceh dengan susu kental. Rasa Sanger jelas bukan kopi susu, meskipun dipadu oleh susu juga. Tapi ini adalah coffee latte yang dikemas dalam gelas kecil dan tatakan ala warung kopi dan Taste Aceh yang begitu khas. Sanger mudah dijumpai di berbagai Keude Kupi yang ada di Aceh. Jika kamu berkunjung ke Aceh tinggal pergi saja ke Keude Kupi - Keude Kupi yang ada di Aceh. Keude Kupi - Keude Kupi yang ada di Aceh? Ya, di Aceh banyak sekali Keude Kupi dan sangat mudah dijumpai, baik di pelosok desa sampai di kota besar khususnya Banda Aceh sekalipun.
Contohnya adalah kota Banda Aceh. Guna meningkatkan kunjungan wisatawan dan mensukseskan program "Visit Banda Aceh", Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Banda Aceh menggagas sebuah kegiatan atau acara yang bernama "Aceh Food and Coffee Festival 2012" yang bertemakan "Sajian Kutaraja Citarasa Dunia".
Acara ini diikuti oleh berbagai pengusaha Keude Kupi, petani kopi dan perajin kopi dari berbagai daerah di Aceh dan beberapa merk kopi terkenal di Indonesia lainnya. Pengunjung juga dihibur oleh berbagai hiburan, salah satunya adalah demo penyajian kopi cita rasa Aceh.
"Aceh Food and Coffee Festival 2012" terbilang sukses walau waktu itu Banda Aceh beberapa kali diguyur hujan, tapi animo masyarakat Banda Aceh yang sangat besar membuat acara ini sukses. Bahkan banyak wisatawan lokal maupun mancanegara datang ke Banda Aceh untuk melihat langsung festival kopi ini. Suksesnya acara ini membuktikan bahwa masyarakat Aceh tidak bisa dijauhkan dari yang namanya kopi. Diharapkan dengan suksesnya "Aceh Food and Coffee Festival 2012" ini, bisa mempopulerkan rasa dan aroma khas kopi Aceh agar lebih dikenal dunia.
Lain lagi kalau kamu berkunjung ke daerah pesisir barat Aceh yaitu Kota Meulaboh, Aceh Barat. Kota tempat dimana Pahlawan Aceh "Teuku Umar" dilahirkan ini memiliki kopi khasnya tersendiri, yaitu Kupi Tubruk. Tidak hanya citarasanya yang khas, tetapi kopi ini juga disajikan dengan cara yang unik. Kupi Tubruk ini disajikan dengan gelas terbalik dan menikmatinya dengan menggunakan sedotan.
Tapi kenapa harus terbalik? menurut jawaban dari masyarakat penikmat kopi ini dan pemilik keude-keude kupi yang menyajikan kopi ini, Kupi Tubruk sengaja dibuat terbalik karena disajikan di tepi pantai, sehingga air kopi tetap hangat walau dinginnya angin pantai yang berhembus.
Di Meulaboh suasana pantai menjadi kunjungan pariwisata utama bagi para wisatawan, tak heran banyak wisatawan menikmati kopi ini di pinggir pantai. Menikmati indahnya panorama pantai sambil menikmati Kupi Tubruk memiliki kesan tersendiri, apalagi ketika kita menghabiskan waktu dengan kerabat-kerabat terdekat kita sambil berbincang-bincang masalah pekerjaan, berbagi cerita, hingga membahas masalah yang ada pada negeri ini.
Jika ingin mencoba Kupi Tubruk ini, bisa datang langsung ke keude-keude kupi yang ada di daerah Suak Ribee, Kota Meulaboh, Aceh Barat.
Mungkin jika dihitung, Aceh bisa mendapatkan rekor dunia atau Guinness World Record sebagai Negeri yang memiliki Warung Kopi terbanyak di dunia atau bahkan bisa mendapatkan julukan "Negeri 1001 Warung Kopi".
Inilah Aceh, budaya ngopi sangatlah penting bagi masyarakat di daerah ini. Karena sejarah dan peradaban di Aceh dimulai di Keude kupi. Sejarah? Ya benar! Sebagai contoh sepotong sejarah yang membawa-bawa Keude Kupi yaitu sebuah peristiwa dari seorang pahlawan Nasional yang berasal dari Meulaboh, Teuku Umar.
Teuku Umar yang waktu itu memimpin pasukannya dalam perjalanan mereka dari daerah Aceh Pidie menuju Meulaboh, mengatakan kepada pasukannya "Beungoh singoh geutanyoe jep kupi di keude Meulaboh atawa ulon akan syahid" (besok pagi kita akan minum kopi di Meulaboh atau saya akan mati syahid di sana)," begitulah kata-kata yang disampaikan Teuku Umar.
Tapi sayang, niat Teuku Umar dan pasukannya untuk ngopi di Meulaboh gagal, karena dalam perjalanan ke kota kelahirannya, Teuku Umar syahid di tangan para kaphe-kaphe Belanda. Sepotong sejarah ini membuktikan kalau budaya ngopi masyarakat Aceh sudah ada dari dulu.
Banyak yang mengira bahwa orang yang duduk di Keude Kupi ketinggalan jaman dan pemalas yang tak tahu apa-apa. Tapi di Aceh, orang yang duduk di Keude Kupi lah orang yang paling cepat mendapatkan semua info yang lagi hangat-hangatnya dibicarakan. Karena pembicaraan suatu info merebak dari satu meja ke satu meja lainnya di Keude Kupi dan Keude Kupi juga menjadi media informasi karena menyediakan surat kabar harian, mingguan, bulanan hingga media elektronik yaitu radio atau televisi.
Kebanyakan Keude Kupi yang berada di perkotaan khususnya Kot Banda Aceh sekarang sudah dilengkapi dengan layanan jaringan internet nirkabel berteknologi Wireless Fidelity (Wi-Fi). Dengan memesan kopi yang berkisar antara Rp 4 ribu sampai Rp 5 ribu per cangkirnya, pengunjung sudah bisa menikmati kopi sekaligus mengakses berbagai informasi yang ada di berbagai belahan dunia atau berjejaring sosial.
Tidak dijumpai di kota-kota besar tentang adanya warung kopi dengan fasilitas internet di kalangan masyarakatnya. Kalau di Kota-Kota besar di Indonesia kita harus ke Mall, Hotel atau tempat-tempat khusus untuk mengakses internet dan tentunya harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Di Aceh, dengan mengeluarkan uang Rp 4000 kamu sudah bisa mendapatkan secangkir kopi panas dan bisa mengakses internet secara gratis. Ini membuktikan kalau masyarakat Aceh tidak mau ketinggalan jaman dan tidak mau pula ketinggalan teknologi.
Fenomena ini menunjukan hal yang positif bagi saya tentang negeri ini. Bahwa masyarakat Aceh sangat suka berkumpul bersama-sama, bersilaturahmi dan bermusyawarah. Tak penting dimana mereka ngopi, mau di Keude Kupi yang kecil sampai Keude Kupi berkelas Internasional sekalipun, yang penting mereka bisa berkumpul sesamanya.
Banyak anak muda Aceh yang menyempatkan waktunya untuk berkumpul dengan teman-temannya di Keude Kupi untuk men-refresh pikirannya setelah habis belajar atau padatnya jadwal kuliah yang menguras tenaga dan pikiran, dan menghilangkankan suntuk karena tidak ada kerjaan di rumah. Bagi kami orang Aceh kemana lagi kami harus mencari kesenangan, dimana tidak adanya tempat hiburan seperti Mall-Mall yang mewah atau bahkan Klab malam seperti kota-kota besar di Indonesia. Tapi untunglah, karena tanpa adanya tempat seperti itu kami masih bisa menjaga akidah kami.
Keude Kupi menjadi tempat yang paling sering dikunjungi baik para pejabat-pejabat sampai mahasiswa atau siswa SMA. Keude Kupi juga menjadi tempat ternyaman untuk berbagi cerita, dari soal politik negeri ini, tender proyek, membahas pertandingan sepakbola, pembicaraan yang penuh khayalan atau Cet Langet dan sampai membahas masalah mendapatkan sang pujaan hati seperti yang pernah saya alami dan saya yakin remaja-remaja lainnya banyak yang membicarakan hal serupa. Tak heran banyak tercetus ide- ide baru bahkan banyak persoalan-persoalan terselesaikan di Keude Kupi dan bisa saja suatu saat Negeri Aceh maju melalui Keude Kupi. [ap]